Ruangsidang.com – Kejaksaan Negeri (Kejari) Ketapang memastikan akan mengajukan kasasi terhadap vonis bebas yang dijatuhkan kepada terdakwa Yu Hao (49) dalam kasus tambang ilegal yang merugikan negara hingga Rp1,02 triliun. Kepala Seksi Intelijen Kejari Ketapang, Panter Rivay Sinambela, menyatakan bahwa proses penyusunan memori kasasi tengah dilakukan.
“Kami wajib mengajukan kasasi. Memori kasasi sedang kami susun, dan batas waktu pengajuannya adalah tujuh hari sejak putusan banding dikeluarkan,” ujar Panter dalam keterangannya pada Rabu (15/1/2025). Putusan banding tersebut diterbitkan oleh Pengadilan Tinggi Pontianak pada Senin (13/1/2025).
Latar Belakang Kasus Yu Hao
Kasus ini bermula dari aktivitas tambang emas tanpa izin yang dilakukan Yu Hao bersama kelompoknya di Kabupaten Ketapang. Berdasarkan data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), kegiatan tersebut menyebabkan hilangnya cadangan emas sebesar 774,27 kilogram dan perak sebanyak 937,7 kilogram, yang diperkirakan merugikan negara hingga Rp1,02 triliun.
Dalam sidang di Pengadilan Negeri (PN) Ketapang pada Oktober 2024, Yu Hao dinyatakan bersalah dan divonis hukuman 3,5 tahun penjara serta denda Rp30 miliar. Jika denda tersebut tidak dibayar, hukuman subsider berupa kurungan selama enam bulan akan diberlakukan. Namun, dalam sidang banding di Pengadilan Tinggi Pontianak, putusan tersebut dibatalkan, dan Yu Hao dinyatakan tidak terbukti bersalah.
Dasar Pengajuan Kasasi
Menurut Panter Rivay Sinambela, kasasi yang diajukan tetap mengacu pada Pasal 158 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Pasal tersebut mengatur pidana bagi pelaku tambang tanpa izin dengan ancaman maksimal lima tahun penjara dan denda hingga Rp50 miliar.
“Kami tetap pada tuntutan awal, yaitu hukuman penjara maksimal lima tahun dan denda sebesar Rp50 miliar,” tegas Panter.
Putusan dan Temuan Tambang
Vonis bebas yang diterima Yu Hao memicu perdebatan. Ketua Majelis Hakim Isnurul S. Arif menyatakan bahwa dakwaan tunggal jaksa tidak terbukti secara sah dan meyakinkan. Dalam dokumen petikan putusan, majelis hakim menyebutkan bahwa kegiatan penambangan Yu Hao berada di area tambang yang izinnya masih dalam proses pemeliharaan oleh dua perusahaan, PT BRT dan PT SPM. Hal ini menjadi dasar pembatalan putusan PN Ketapang.
Namun, pihak Kejari Ketapang menilai bahwa bukti-bukti yang diajukan dalam persidangan, termasuk alat berat, bahan kimia, dan hasil tambang berupa dore atau bullion emas, sudah cukup untuk membuktikan adanya aktivitas tambang ilegal. “Kami akan melampirkan bukti-bukti tersebut dalam memori kasasi untuk memperkuat argumen hukum,” ujar Panter.
Menurut penyelidikan yang dilakukan oleh Tim Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM, modus yang digunakan oleh Yu Hao adalah memanfaatkan lubang tambang dalam (tunnel) yang seharusnya digunakan untuk pemeliharaan. Di dalam tunnel, ditemukan alat pemurnian emas seperti pemecah batu, induction furnace, dan cetakan bullion grafit. Penggunaan bahan berbahaya seperti merkuri (Hg) juga terungkap, dengan kadar tinggi mencapai 41,35 mg/kg.
Kegiatan ini melibatkan lebih dari 80 tenaga kerja asing asal Tiongkok, dengan beberapa warga lokal yang membantu operasional non-teknis. Hasil tambang berupa dore emas dengan kadar tinggi kemudian dibawa keluar dari lokasi tambang tanpa izin resmi.
Kejari Ketapang berharap kasasi ini dapat memberikan kepastian hukum dan keadilan bagi negara yang dirugikan akibat aktivitas tambang ilegal. “Kami optimistis Mahkamah Agung akan memberikan putusan yang sesuai dengan fakta hukum dan kerugian besar yang ditimbulkan oleh terdakwa,” tutup Panter.
Kasus ini menjadi sorotan publik, mengingat besarnya dampak ekonomi dan lingkungan yang ditimbulkan oleh aktivitas tambang ilegal. Masyarakat pun menantikan perkembangan lebih lanjut dari proses hukum yang sedang berlangsung.