RuangSidang.com – Media sosial kembali digemparkan oleh sebuah video viral yang memperlihatkan penganiayaan terhadap seorang balita berinisial K di sebuah tempat penitipan anak (daycare) di Cimanggis, Depok. Peristiwa tragis ini terjadi pada 10 Juni 2024, dan korban mengalami penyiksaan saat berada di daycare tersebut.
Kapolres Metro Depok, Kombes Arya Perdana, menyatakan bahwa pihaknya telah menerima informasi mengenai dugaan penganiayaan anak ini. “Sekarang masih pendalaman kasusnya,” ujar Arya dengan singkat pada Selasa (30/7/2024). Polres Metro Depok tengah melakukan penyelidikan mendalam terkait kasus tersebut.
Sebuah akun media sosial di Kota Depok menarasikan dugaan tindak pidana penganiayaan terhadap anak tersebut. Diduga kuat, pelaku penganiayaan adalah pemilik daycare tersebut. Orang tua korban mendapati anak mereka demam dan menemukan sejumlah luka memar pada tubuhnya setelah menjemputnya dari daycare. Luka-luka tersebut diduga sebagai bekas tusukan gunting, mengindikasikan adanya tindakan penganiayaan.
Korban K bukanlah satu-satunya yang mengalami kekerasan di daycare tersebut. Beberapa anak lain juga mengalami hal serupa. Orang tua korban pun segera membuat laporan polisi di Polres Metro Depok. Selain itu, pihak keluarga korban berencana mengadukan dugaan penganiayaan ini ke Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) agar mendapatkan perhatian dan pengawasan langsung dari KPAI.
Pada 10 Juni 2024, sekitar pukul 07.00 WIB, korban K diantar ke daycare oleh orang tuanya. Namun, ketika pulang, orang tua korban menemukan luka memar di tubuh anak mereka. Ketika mereka mengadukan hal ini kepada pihak daycare, tuduhan tersebut dibantah. Pihak daycare mengklaim bahwa K tidak jatuh atau mengalami benturan apapun.
Setelah mencari informasi lebih lanjut, terungkap bahwa K mengalami tindak kekerasan dari salah satu guru di daycare tersebut. Dugaan ini diperkuat dengan bantuan beberapa guru yang mengumpulkan bukti kekerasan yang dialami K. Terduga pelaku, MI, terekam dalam CCTV melakukan kekerasan terhadap K. Rekaman tersebut menunjukkan dengan jelas bahwa K didorong hingga jatuh, dipukul, ditendang, dan ditusuk dengan gunting.
Tidak berhenti di situ, K juga sempat dikurung bersama seorang bayi lainnya. Dalam upayanya meminta pertolongan dan mengangkat bayi tersebut untuk keluar bersamanya, aksi K terhenti saat MI masuk dan kembali melakukan penyiksaan. Selama kejadian ini, seluruh guru diperintahkan untuk berada di kelas mengajar anak TK dan PG, sehingga tidak ada yang dapat menolong K.
MI diduga melakukan kekerasan lain seperti melempari K dengan barang-barang, meneriaki, mencubit, memelototi, merendahkan, hingga mengabaikan. Kejadian penyiksaan ini disaksikan oleh guru lain, namun MI mengintimidasi mereka agar tidak melapor kepada orang tua korban.
Dampak dari dugaan penganiayaan ini sangat mengerikan. Korban mengalami trauma berat. K sering merasa ketakutan dan was-was, bahkan sering kali menangis histeris saat melihat atau mendengar suara MI.
Baca juga: DPR Bahas Revisi Dewan Pertimbangan Presiden Jadi Dewan Pertimbangan Agung
Pihak berwenang kini diharapkan untuk melakukan tindakan tegas terhadap pelaku penganiayaan ini. Kasus ini juga menjadi peringatan bagi orang tua untuk lebih berhati-hati dalam memilih tempat penitipan anak. Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) juga diharapkan segera turun tangan untuk memberikan perlindungan kepada korban serta memastikan kejadian serupa tidak terulang lagi di masa depan.
Kejadian tragis ini menyoroti sisi gelap dari fasilitas penitipan anak yang seharusnya menjadi tempat yang aman dan nyaman bagi anak-anak. Pemerintah dan instansi terkait harus segera bertindak untuk memperbaiki sistem pengawasan dan regulasi terhadap daycare di seluruh Indonesia demi melindungi generasi penerus bangsa.
Kasus ini juga menuntut adanya peningkatan kesadaran masyarakat mengenai pentingnya pengawasan dan pelaporan tindak kekerasan terhadap anak. Orang tua, guru, dan masyarakat umum harus lebih proaktif dalam mengawasi lingkungan sekitar anak-anak dan tidak ragu untuk melaporkan jika menemukan tanda-tanda kekerasan.
Dukungan dari berbagai pihak, termasuk pemerintah, lembaga perlindungan anak, dan masyarakat, sangat diperlukan untuk menciptakan lingkungan yang aman dan kondusif bagi tumbuh kembang anak. Tanpa adanya upaya bersama, kasus penganiayaan seperti ini akan terus menghantui dan mengancam masa depan anak-anak Indonesia.
Dalam situasi seperti ini, harapan akan keadilan harus tetap ada. Proses hukum yang adil dan transparan harus dilakukan agar pelaku mendapatkan hukuman yang setimpal. Selain itu, korban dan keluarganya juga harus mendapatkan dukungan psikologis untuk memulihkan trauma yang dialami.
Kejadian ini membuka mata kita semua bahwa perlindungan terhadap anak harus menjadi prioritas utama. Setiap anak berhak mendapatkan kasih sayang, perhatian, dan perlindungan dari berbagai bentuk kekerasan. Semoga kasus ini menjadi yang terakhir dan menjadi pelajaran berharga bagi kita semua.
Sumber: Liputan6.